Nyoba Kamera Analog Jadul 35mm


Ini adalah kamera kakak saya yang dulu pernah digunakan untuk mengabadikan momen ketika saya masih kecil. Sebagian besar foto yang pernah diambil dengan kamera ini hilang atau rusak. Sayang sekali ya?

Ini adalah kamera analog point and shoot 35mm. Jenis kamera yang pada zamannya banyak dimiliki orang-orang. Termasuk kakak saya. 35mm itu adalah format film yang digunakan di kamera ini. Filmnya itu seperti ini. 


Kamu pasti pernah lihat film seperti ini ya. Itu karena dulu kamera digital belum populer. Dan format film 35mm ini yang paling banyak digunakan. Bahkan film layar lebar di Hollywood masih banyak yang disyuting menggunakan kamera film. Contohnya seperti film-filmnya Quentin Tarantino, Christopher Nolan, The Irishman, The favorite, a quiet place, dan masih banyak lagi. Bahkan kalau nggak salah dengar, Joker niatnya juga mau disyuting menggunakan kamera film. Tapi karena nggak cukup budgetnya, nggak jadi. Intinya film itu belum mati.

Saya iseng nyari film 35mm di internet. Dan ternyata masih ada yang jual. Itu bikin saya tertarik buat mencoba kamera ini. Dan setelah saya gali lebih dalam, ternyata masih banyak yang menggunakan kamera analog di zaman sekarang. Di YouTube banyak juga yang bikin konten tentang kamera analog. Dan di Indonesia masih ada yang menyediakan jasa cuci film juga. Jadi saya tertarik buat mencoba fotografi analog menggunakan kamera ini.

Beruntung kamera ini menggunakan baterai AA. Jenis baterai yang biasa digunakan untuk jam dinding. Bukan jenis baterai yang sulit dicari.



Setelah saya coba pasang baterai di kamera ini, ternyata masih nyala. Sayangnya flash di kamera ini rusak, jadi harus foto di luar ruangan biar kelihatan. Kamera ini punya view finder yang mungkin nggak akurat. Karena ini bukan SLR di mana yang kamu intip itu belum tentu adalah hasil akhirnya. Lensanya di sini, kamu ngintipnya di sini. Beda dengan kamera SLR yang punya cermin buat memantulkan hasilnya dengan akurat. Tapi itu cukup buat menentukan komposisi.

Saya beli dua roll film 35mm di tokopedia. Satu warna dan satu hitam putih. Keduanya punya iso 200. Harganya 30 ribu kalau nggak salah.


Ketika saya ke pantai bersama Pe, teman saya, saya bawa kamera ini buat mengambil beberapa foto di sana. Pantai yang kami kunjungi adalah pantai gemah yang lokasinya ada di Tulungagung.


Saya beli dua roll film. Yang satu warna, yang satu hitam putih. 


Fotonya yang warna emang nggak terlalu jelas. Karena saya scan sendiri roll film yang warna. Saya scan pakai kamera DSLR Canon EOS 700D. Masih ada debunya. Saya memang tidak mahir scan film negatif.


Saya nggak scan sekalian filmnya di lab karena saya kira filmnya terbakar karena tidak sengaja saya buka kameranya. Saya kira filmnya sudah di-rewind secara otomatis setelah habis, ternyata belum. Jadi saya nggak yakin apakah gambarnya rusak terbakar semua atau tidak.



Film kedua adalah hitam putih. Karena saya memang ingin mencoba hitam putih. Dan ternyata hasilnya lumayan bagus.



Kamera ini tidak cocok buat selfie ya. Karena dia tidak bisa fokus terlalu dekat. Fokusnya itu cuma sekitar satu meter. Jadi lebih dekat dari itu bakal blur.



Saya suka dengan hasil foto hitam putih yang diambil dengan kamera ini. Fotonya terlihat sangat jadul. Itu karena grain yang khas. Efek ini mungkin susah ditiru dengan editan.

Setelah selesai jalan-jalan di pantai, ternyata masih tersisa beberapa eksposure di filmnya. Jadi saya bawa kamera ini ke kolam renang buat mengambil beberapa foto di sana. Kolam renangnya kosong ternyata. Karena memang bukan akhir pekan.

Saya suka dengan foto di kolam renang. Terutama yang ini. Air di foto ini terlihat bagus dalam hitam putih. Saya juga suka dengan komposisinya.

Saya juga mencoba kamera ini di rumah. Ternyata memang tidak bisa dipakai di dalam ruangan. Karena hasilnya gelap sekali. Padalah sudah pagi dan ada cahaya matahari yang masuk. Tetap saja gelap. Flash juga rusak.

Saya mengambil foto pagi hari di sekitar rumah saya. Mungkin foto mobil ini salah satu favorit saya. Bagus. Ada iklan sedot WC di sana. Mungkin itu tiang telepon. Kalau tiang listrik terlalu kecil.

Ada juga foto Sekolah dasar. Fotonya seperti kurang direncanakan karena memang begitu. Saya tidak mau dilihat orang-orang sedang memotret di situ. Jadi saya buru-buru.

Foto kakek yang naik sepeda ini juga bagus.

Memotret menggunakan kamera analog adalah pengalaman yang menyenangkan. Kamera yang saya gunakan memang jenis kamera murahan yang mungkin banyak yang punya. Saya memang tidak bisa mengatur banyak hal di kamera ini. Shutter speed, aperture, dan fokus-nya fix. Tidak bisa diubah. Tapi saya senang dengan hasil foto yang diambil dari kamera ini. Detail masih bisa terlihat walau mungkin kalah dengan kamera profesional.

Menggunakan kamera ini menyenangkan karena ketika kamu selesai memotret, kamu nggak bisa langsung melihat hasilnya. Kamu harus menghabiskan 36 exposure, kemudian rewind filmnya. Mengirimnya ke lab buat dicuci. BTW saya mengirim film saya ke Bandung karena saya tidak menemukan lab terdekat buat mencuci film BW dan ECN2. Jadi kamu bakal mengeluarkan uang yang lebih banyak buat ongkos kirim. Kamu juga harus menunggu sampai fotomu selesai dicuci dan di-scan. Ada rasa deg-degan. Bagus nggak ya hasilnya. Takut kalau hasilnya kacau karena terbakar. Ada rasa nggak sabar buat melihat hasilnya. Dan ketika hasilnya keluar, kamu senyum-senyum sendiri melihat hasilnya. Kamu dibawa kenangan beberapa bulan yang lalu ketika kamu mengambil foto itu. Bahkan kamu mungkin merasa tidak ingat pernah mengambil beberapa foto. Itu memberi kejutan. Mungkin kamera HP kita punya gambar yang lebih bagus dari kamera analog ini. Tapi pengalaman itu tidak bisa kita dapatkan dengan kamera digital.

Dengan menggunakan kamera analog seperi ini kita juga akan mendapatkan look yang khas. Seperti filter instagram. Tapi ini asli dari sononya. Kamu bisa mencoba berbagai macam film, warna atau hitam putih buat menghasilkan warna dan tone yang berbeda-beda. Yang pastinya instagramable. Temanmu pasti bakal terkesan dengan hasil foto yang kamu ambil dari kamera analog. Mereka mungkin bakal bilang "Pakai preset apa? Pakai filter apa?".

Jadi mencoba kamera jadul memang tidak ada salahnya. Karena kita akan dapat pengalaman yang berbeda dari kamera digital. Kita juga ditantang buat mengambil foto dengan bagus karena tiap jepretan itu kita hitung. Rugi kalau kita asal jepret dan hasilnya jelek.

Bermain-main dengan kamera analog bisa jadi mahal buat kamu. Jadi jika kamu tertarik jangan buru-buru beli kamera. Coba cek di rumah kamu, tanya orang tua atau kakak kamu. Siapa tahu dia punya. Kalau tidak ada coba tanya ke kakek dan nenek. Atau tanya ke temanmu, bapak ibu temanmu, kakek nenek temanmu. Kalau sudah dapat, pastikan kameranya berfungsi dengan sempurna. Untuk filmnya kamu bisa menoba yang murah. Roll film yang murah itu biasanya hasil bulk film sinema. Maksudnya filmnya itu asalnya dari roll film panjang banget buat bikin film layar lebar. Tapi dipotongin dan dimasukkin ke kanister kecil. Nggak semua lab bisa mencuci atau develop jenis film ini. Jadi harga develop film jenis ini lebih mahal.

Lalu, apakah saya akan terus pakai kamera ini? Mungkin iya. Karena menyenangkan. Dan mungkin saya akan membagikan pengalamannya di YouTube. Jadi subscribe ya!

Saya juga tertarik buat mencoba kamera lain. Saya akan pinjam ke beberapa teman yang masih punya kamera analog. Semoga ada yang punya SLR biar lebih menantang. Atau kamera half frame.

Saya juga tertarik buat bikin kamera lubang jarum. Saya mau buat kamera lubang jarum 35mm. Sudah ada yang bikin itu di YouTube. Dan itu sangat menarik. Sejujurnya saya sudah beli bahan buat bikin


Comments

Popular Posts